Laman

Selasa, 21 Oktober 2014

Pengendalian Gulma Secara Kimiawi



Teknik pengendalian gulma yang lain adalah pengendalian gulma secara kimia dengan menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida dalam pengendalian gulma perlu pengetahuan yang benar mengenai herbisida itu sendiri seperti selektifitasnya pada tanaman dan gulma, waktu aplikasi yang tepat, dosisnya, dan tentunya teknik penyemprotannya pada gulma.
Pelaksanaan pengendalian gulma dengan herbisida jika terjadi kesalahan aplikasi atau dosisnya terlampau tinggi dan tidak selektif akan mengakibatkan keracunan atau dapat mengakibatkan kematian tanaman. Waktu aplikasi herbisida bervariasi sesuai dengan cara kerjanya seperti pra tanam, pra tumbuh, atau pasca tumbuh. Sedangkan sebelum melakukan penyemprotan gulma dengan herbisida perlu dilakukan kalibrasi alat agar herbisida yang disemprotkan dapat diterima merata pada seluruh luasan lahannya.
Pengendalian gulma secara kimia dengan menggunakan herbisida mempunyai kelebihan yaitu lebih menghemat dalam hal waktu pelaksanaan pengendalian dan biaya pengendaliannya yang tidak memerlukan banyak tenaga kerja. Sedangkan kekurangan teknik pengendalian gulma secara kimia menggunakan herbisida yaitu dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan terutama terjadinya akumulasi bahan kimia dari herbisida dalam tanah yang mematikan mikroorganisme yang bermanfaat di dalam tanah.
Selain itu juga dapat menimbulkan persistensi atau sifat ketahanan gulma terhadap aplikasi herbisida yang berbahan aktif sama secara terus-menerus. Kekurangan lainnya yaitu aplikasi herbisida tidak dapat dilakukan pada tempat tumbuhnya gulma yang sulit dijangkau dengan alat penyemprot herbisida seperti di seputar lubang tanam atau tajuk tanaman.
Dalam siklus hidup tanaman terdapat periode yang peka terhadap gangguan dari luar atau dalam hal ini peka terhadap gangguan karena adanya gulma yang disebut dengan periode kritis. Adanya gulma dalam jumlah sedikit ataupun dalam jumlah yang banyak akan berpengaruh terhadap pertumbuhan atau hasil akhir tanaman budidaya.
Oleh karena itu dalam periode kritis tersebut gulma yang tumbuh di sekitar tanaman budidaya sebaiknya dikendalikan agar tidak memberikan pengaruh yang merugikan pada pertumbuhan dan hasil akhir tanaman budidayanya.
Pengetahuan tentang saat periode kritis suatu tanaman budidaya sangat diperlukan untuk menentukan saat pengendalian gulmanya yang paling tetat agar pengendalian yang dilakukan dapat efektif. Periode kritis tanaman budidaya meliputi beberapa fase pertumbuhan tanaman yaitu awal pertumbuhan, pembentukan promordia bunga, pembungaan dan pembentukan buah serta pembesaran buah.
Pada awal pertumbuhan tanaman dengan adanya gulma dapat menurunkan laju pertumbuhan tanaman budidayanya. Pada fase pembentukan primordia bunga, adanya gulma juga dapat mengurangi atau menurunkan jumlah bunga yang terbentuk pada tanaman budidaya. Sedangkan pada fase pembungaan dan pembentukan buah dengan adanya gulma juga dapat mempengaruhi persentase jumlah bunga yang terbentuk menjadi buah.
Pada fase pembesaran buah dengan adanya gulma akan berpengaruh terhadap kualitas buah yang dihasilkan pada tanaman budidaya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh adanya persaingan gulma dengan tanaman budidaya terutama dalam hal persaingan mendapatkan cahaya, air dan unsur hara. Akibatnya adanya gulma pada periode kritis tanaman budidaya tersebut akan berpengaruh langsung pada pertumbuhan tanamannya.
Pengendalian gulma secara kimia merupakan pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimia yang dapat menekan pertumbuhan atau bahkan yang bisa mematikan gulma.
Bahan kimia tersebut disebut dengan herbisida yang berasal dari kata herba = gulma dan sida = membunuh. Pengendalian gulma dengan cara ini membutuhkan alat penyebar herbisida dan pengetahuan tentang herbisida terutama macam-macamnya agar pengendalian yang dilakukan dapat berhasil dengan baik. Herbisida yang dipergunakan dalam pengendalian gulma pada lahan pertanian menurut waktu aplikasinya dibedakan menjadi :
  1. Herbisida pra-pengolahan tanah yaitu jenis herbisida yang diaplikasikan pada lahan pertanian sebelum lahan tersebut diolah dan ditumbuhi berbagai jenis vegetasi termasuk gulma, dengan tujuan untuk membersihkan lahan sebelum dilakukan pengolahan tanah, contohnya herbisida berbahan aktif paraquat.
  2. Herbisida pra-tanam yaitu jenis herbisida yang diaplikasikan pada lahan pertanian setelah dilakukan pengolahan tanah dan sebelum lahan tersebut ditanami, dengan tujuan untuk mengendalikan dan mencegah biji maupun organ perbanyakan vegetatif gulma yang terbawa dalam proses pembalikan tanah ke permukaan tumbuh di lahan, contohnya herbisida berbahan aktif triazin dan EPTC.
  3. Herbisida pra-tumbuh yaitu jenis herbisida yang diaplikasikan pada lahan pertanian setelah tanaman ditanam tetapi sebelum tanaman dan gulma tumbuh atau muncul di lahan tersebut, dengan tujuan untuk menekan gulma yang akan tumbuh atau muncul bersama-sama dengan tumbuhnya tanaman budidaya, contohnya herbisida berbahan aktif nitralin.
  4. Herbisida pasca tumbuh yaitu jenis herbisida yang diaplikasikan pada lahan pertanian setelah tanaman budidaya tumbuh di lahan tersebut, dengan tujuan untuk menekan pertumbuhan gulma yang tumbuh setelah tanaman budidaya tumbuh sehingga pertumbuhannya tidak tersaingi oleh gulma, contohnya herbisida berbahan aktif propanil atau MPCA pada padi, herbisida berbahan aktif glyphosat dan dalapon pada karet.
 Berdasarkan cara kerjanya herbisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma pada lahan pertanian dibedakan menjadi :
a.       Herbisida kontak yaitu herbisida yang mematikan gulma dengan cara kontak dengan gulma melalui absorbsi lewat akar maupun daun dan akan merusak bagian gulma yang terkena langsung oleh herbisida tersebut dan tidak ditranslokasikan ke organ bagian gulma yang lain, contohnya herbisida berbahan aktif asam sulfat 70 %, besi sulfat 30 %, tembaga sulfat 40 % dan paraquat.
b.      Herbisida sistemik yaitu herbisida yang mematikan gulma dengan cara ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma sehingga pengaruhnya luas. Herbisida ini mematikan gulma dengan cara menghambat fotosisntesis, seperti herbisida berbahan aktif triazin, substitusi urea dan amida, dengan cara menghambat respirasi seperti her bisida berbahan aktif amitrol dan arsen, dengan cara menghambat perkecambahan seperti herbisida berbahan aktif karbamat dan tiokarbamat serta dengan cara menghambat pertumbuhan seperti herbisida berbahan aktif 2, 4 D, dicamba dan picloram.
Pengendalian gulma secara kimiawi menggunakan herbisida memerlukan alat penyebar herbisida pada gulma yang biasanya berupa knapsack sprayer. Penggunaan knapsack sprayer tersebut terutama untuk menyebarkan herbisida berbentuk larutan, emulsi dan bubuk yang dibasahkan. Sedangkan herbisida yang berbentuk butiran atau debu dapat diaplikasikan dengan tangan atau alat pembagi/penghembus sederhana.

Tidak ada komentar: