Laman

Selasa, 21 Oktober 2014

Dampak Penggunaan Pestisida



 Dalam era globalisasi, aspek pelestarian lingkungan hidup dan perlindungan konsumen, terutama terhadap kemungkinan kontaminasi/pencemaran sejumlah bahan kimia, telah menjadi isu sentral di berbagai negara, baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Hanya komoditas yang telah teruji aman bagi konsumen dan tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan yang mampu bersaing di pasaran internasional.
 OPT merupakan salah satu faktor pembatas dalam usaha peningkatan produksi pertanian. OPT dapat menyerang tanaman sejak mulai pembibitan, pertanaman bahkan sampai pada penyimpanan. Salah satu upaya untuk menghindarkan kerusakan tanaman yang menyebabkan kerugian secara ekonomi digunakan pestisida. Penggunaan pestisida berkembang pesat sejak dekade enam puluhan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam pertanian.
Penggunaan pestisida ditujukan untuk menekan populasi OPT secara cepat dibandingkan metode pengendalian lainnya. Karena keunggulan pestisida tersebut, kenyataan di lapangan petani menggunakan pestisida secara berjadwal (sistem kalender). Akibat dari penggunaan pestisida secara terus-menerus dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, baik lingkungan perairan, tanah, udara maupun makhluk hidup yang bukan sasaran.
Pestisida masih diperlukan dalam kegiatan pertanian. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Berikut ini diuraikan beberapa dampak negatif yang mungkin timbul akibat penggunaan pestisida dalam bidang pertanian, yang tidak sesuai dengan aturan.
1. Pencemaran air dan tanah
Di lingkungan perairan, pencemaran air oleh pestisida terutama terjadi melalui aliran air dari tempat kegiatan manusia yang menggunakan pestisida dalam usaha mena ikkan produksi pertanian dan peternakan. Jenis-jenis pestisida yang persisten (DDT, Aldrin, Dieldrin) tidak mengalami degradasi dalam tanah, tapi malah akan berakumulasi. Dalam air, pestisida dapat mengakibatkan biology magnification, pada pestisida yang persisten dapat mencapai komponen terakhir, yaitu manusia melalui rantai makanan. Pestisida dengan formulasi granula, mengalami proses dalam tanah dan air sehingga ada kemungkinan untuk dapat mencemari tanah dan air.
2. Pencemaran udara
Pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar matahari. Pestisida dapat mengalami fotodekomposisi di udara. Pestisida mengalami perkolasi atau ikut terbang menurut aliran angin. Makin halus butiran larutan makin besar kemungkinan ikut perkolasi dan makin jauh ikut diterbangkan arus angin.
  3. Timbulnya spesies hama yang resisten
Spesies hama yang akan diberantas dapat menjadi toleran terhadap pestisida, sehingga populasinya menjadi tidak terkendali. Ini berarti bahwa jumlah individu yang mati sedikit sekali atau tidak ada yang mati, meskipun telah disemprot dengan pestisida dosis normal atau dosis lebih tinggi sekalipun. Populasi dari spesies hama dapat pulih kembali dengan cepat dari pengaruh racun pestisida serta bias menimbulkan tingkat resistensi pestisida tertentu pada populasi baru yang lebih tinggi, hal ini biasanya disebabkan oleh pestisida golongan organoklorin.
4. Timbulnya spesies hama baru atau ledakan hama sekunder
Penggunaan pestisida yang ditujukan untuk memberantas jenis hama tertentu, bahkan dapat menyebabkan munculnya jenis hama yang lain. Ledakan hama sekunder tersebut dapat terjadi beberapa saat setelah penggunaan pestisida, atau pada akhir musim tanam atau malah pada musim tanam berikutnya. Ledakan hama sekunder dapat lebih merusak daripada hama sasaran sebelumnya.
5. Resurgensi
Bila suatu jenis hama setelah memperoleh perlakuan pestisida berkembang menjadi lebih banyak dibanding dengan yang tanpa perlakuan pestisida, maka fenomena itu disebut resurgensi. Faktor penyebab terjadinya resurgesi antara lain adalah (a) butir semprotan pestisida tidak sampai pada tempat hama berkumpul dan makan; (b) kurangnya pengaruh residu pestisida untuk membunuh nimfa hama yang menetas sehingga resisten terhadap pestisida; (c) predator alam mati terbunuh pestisida; (d) pengaruh fisiologis insektisida kepada kesuburan hama. Hama bertelur lebih banyak dengan angka kematian hama yang menurun; (e) pengaruh fisiologis pestisida kepada tanaman sedemikian rupa sehingga hama dapat hidup lebih subur (Djojosumarto, 2000)..
6. Merusak keseimbangan ekosistem
Penggunaan pestisida seperti insektisida, fungisida dan herbisida untuk membasmi hama tanaman, hewan, dan gulma (tanaman benalu) yang bisa mengganggu produksi tanaman sering menimbulkan komplikasi lingkungan (Supardi, 1994). Penekanan populasi insekta hama tanaman dengan menggunakan insektisida, juga akan mempengaruhi predator dan parasitnya, termasuk serangga lainnya yang memangsa spesies hama dapat ikut terbunuh. Misalnya, burung dan vertebrata lain pemakan spesies yang terkena insektisida akan terancam kehidupannya. Sehingga dengan demikian bersamaan dengan menurunnya jumlah individu spesies hama, menurun pula parasitnya. Sebagai contoh misalnya kasus di Inggris,, dilaporkan bahwa di daerah pertanian dijumpai residu organochlorin yang tidak berpengaruh pada rodentia tanah . Tapi sebaliknya, pada burung pemangsa Falcotinnunculus dan Tyto alba, yang semata-mata makanannya tergantung pada rodentia tanah tersebut mengandung residu tinggi, bahkan pada tingkat yang sangat fatal. Sebagai akibatnya, banyak burung-burung pemangsa yang mati. Begitu juga pada binatang jenis kelelawar. Golongan ini ternyata tidak terlepas dari pengaruh pestisida. Dari 31 ekor kelelawar yang diteliti, semuanya mengandung residu senyawa Organochhlorin dengan DDE.

Tidak ada komentar: