Laman

Senin, 08 Oktober 2012

KEBERLANJUTAN DAN MASALAH YANG DIHADAPI PETANI DALAM MENERAPKAN SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) (STUDI KASUS DI KECEMATAN HARAU KABUPATEN LIMAPULUH KOTA)


I.                   PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Kebutuhan masyarakat akan beras dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk yang semakin bertambah. Peningkatan konsumsi terhadap beras ini tidak diimbangi oleh angka peningkatan produksi beras dalam negeri, untuk mengatasi masalah ini pemerintah menerapkan pembangunan pertanian berkelanjutan. Namun, kebijakan pemerintah ini tidak berjalan sesuai dengan rencana. Tiap tahunnya pemerintah masih harus mengimpor beras ratusan ribu ton dari luar negeri.
Dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan yang semakin besar, pemerintah Indonesia mencanangkan beberapa program dibidang pertanian salah satunya adalah program itensifikasi tanaman pangan. Melalui program  ini diharapkan produksi pangan meningkat dari luasan lahan yang sudah ada dan  tentunya ditunjang dengan perbaikan teknik budidaya, penggunaan varietas unggul, dan penggunaan benih bermutu.
Berdasarkan kenyataan ini, maka usaha peningkatan produktivitas padi nasional menjadi sangat kompleks dan upaya peningkatan produktivitas padi tetap perlu mendapat perioritas yang tinggi dalam pembangunan pertanian Indonesia. Departemen Pertanian (1998) menyatakan bahwa peluang peningkatan produktivitas padi masih memungkinkan karena hingga saat ini rata-rata produktivitas yang dicapai di tingkat petani masih di bawah potensi hasil.  Adanya kesenjangan hasil tersebut mengindikasikan bahwa penerapan teknologi di tingkat petani masih belum optimal sesuai anjuran.
Kebiasaan petani menanam padi dengan sistem genangan dan pemberian pupuk kimia secara terus-menerus dalam berbudidaya padi membuat lahan kurang produktif lagi sehingga produktifitas padi masih rendah. Selama ini petani menanam padi dengan cara menggenangi sawahnya selama fase vegetatif dan pada fase generatif  lahan sawah dikeringkan. Akibatnya anakan yang dihasilkan tanaman padi sedikit, karena tanaman padi bernafas dalam keadaan anaerob. Genangan air ini membuat perakaran tanaman padi terganggu dan banyak akar tanaman yang membusuk sehingga anakan produktif yang dihasilkanpun sedikit dan membuat hasil panen sedikit pula.
Dalam upaya peningkatan produktivitas padi ini maka perlu suatu teknologi yang tepat guna, salah satu teknologinya yaitu penerapan SRI ( The Sistem of Rice Intensification) yang dalam bahasa minangnya dipopulerkan dengan Padi Tanam Sabatang (PTS). SRI merupakan salah satu sistem budidaya tanaman padi yang menekankan menajemen pengelolaan tanaman, tanah, dan air. Sistem SRI ini dapat meningkatkan hasil panen padi sebesar 78% (Hasan dan Sato, 2007).
Pada penerapan metode SRI, selama fase vegetatif tanaman padi lahan sawah dibiarkan dalam keadaan kering sehingga memungkinkan akar tanaman bernafas secara aerob. Membaiknya  perkembangan akar tanaman akan membuat pertumbuhan tanaman secara keseluruhan meningkat, indikasinya adalah anakan produktif semakin banyak dan pada akhirnya hasil panen juga meningkat.
Metode SRI ini sudah disosialisasikan dan dilakukan percobaan demplot uji coba pada tahun 2007 pada kelopok tani Sawah Bandang Kenagarian Koto Tuo Kecamatan Harau. Pembinaan masyarakat petani ini dilakukan dengan bentuk penyuluhan dan demplot budidaya padi dengan metode SRI.  Produksi padi hasil dari demplot percobaan ini memberikan hasil produksi yang memuaskan yaitu 8 ton/ha jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional yaitu 4 ton/ha  (Musdar, Deni, Nelson, Ismawardi, Yun, dan Ukrita, 2007).
Musdar dkk (2007), menyebutkan bahwa di awal penyuluhan ini hampir 92% petani memahami metode ini dan hampir 100% petani mau menerima dan melaksanakan budidaya padi sawah dengan metode SRI.  Namun pada kenyataan sekarang banyak petani yang beralih kembali dari sistem metode SRI ke metode lama konvensional walaupun petani sudah tahu metode ini dapat meningkatkan hasil produksi.
Oleh karena pemasalahan di atas peneliti tertarik untuk mengangkat judul Keberlanjutan dan Masalah yang Dihadapi Petani Dalam Menerapkan Metode SRI (The System of Rice Intensification) untuk mengetahui masalah apa saja yang menghambat petani dalam penerapan metode SRI ini dilapangan, sehingga bisa menjadi bahan perbaikan dalam memasyarakatkan metode SRI.
1.2.Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka peneliti bisa merumuskan masalah  sebagai berikut:
a)      Masalah apa saja yang mempengaruhi petani sehingga petani sulit untuk menerapkaan metode SRI dan enggan beralih dari sistem konvensional?
b)      Apakah karena sulitnya berbudidaya tanaman padi dengan metode SRI membuat petani tidak beralih dari pertanian konvensional?
c)      Masalah apakah yang paling membuat petani tidak melanjutkan metode SRI dalam membudidayakan tanaman padi?.
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a.       Mengetahui masalah-masalah yang dialami masyarakat petani dalam menerapkan pola tanam SRI studi kasus di Kecamatan Harau Kabupaten Limapuluh Kota.
b.      Mengetahui langkah-langkah yang akan dilakukan untuk perbaikan sistem SRI ini di masyarakat.
1.4.Manfaat Penelitian
a.       Bagi petani
Diharapkan dengan adanya penelitian ini bisa memberikan saran dan masukan terhadap perbaikan metode SRI dikalangan petani dengan diketahuinya masalah yang ada di petani sebelumnya.
b.      Bagi penulis
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis tentang metode SRI.
c.       Bagi pemerintah
Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani dan untuk perbaikan dalam mensosialisasikan metode SRI ini ke masyarakat.
1.5.Hipotesa
Dari uraian latar belakang dan perumusan masalah diatas maka dapat diambil suatu hipotesa sebagai berikut: Diduga ketidakberlanjutan SRI disebabkan oleh banyaknya masalah dan kendala yang dihadapi petani dalam penerapan sistem budidayanya.  

II.                TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Tanaman Padi
Padi termasuk famili gramineae, subfamili oryzidae, dan genus Oryzae.  Dari 20 spesies anggota genus Oryzae yang sering dibudidayakan adalah Oryza sativa L. dan Oryza glaberina Steund.  Oryza sativa berbeda dengan Oryza glaberina karena spesies ini memiliki cabang-cabang sekunder yang lebih panjang pada malai daun ligula, namun kedua spesies tersebut berasal dari leluhur yang sama yaitu Oryza parennis Moench yang berasal dari Goudwanaland (Suparyono dan Setyono, 1993). 
            Padi merupakan tanaman semusim semi-akuatik yang dalam pertumbuhannya cukup banyak memerlukan  air.  Tanaman padi berasal dari tiga daerah yaitu China, India, dan Indonesia sehingga terdapat tiga ras dari padi yaitu sinica (dikenal juga dengan nama japonica), indica dan javanica (Suiatna, 2010).
Lingkungan yang baik sangat diperlukan bagi tanaman padi dalam usaha meningkatkan produktifitas hasil.  Lingkungan tersebut terdiri dari lingkungan alami dan hasil buatan manusia.  Lingkungan alami mencakup unsur iklim seperti: cuaca, tanah, curah hujan, intensitas cahaya, dan angin, kelembaban dan lingkungan biotik (Mugnisjah dan Setiawan, 2001).
Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jurnlah yang cukup.  Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18 -22 cm dengan pH antara 4-7 (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bantul, 2007).
2.2.   Metode SRI
SRI merupakan salah satu sistem budidaya tanaman padi yang menekankan menajemen pengelolaan tanaman, tanah, dan air yang dapat digunakan sebagai salah satu sistem budidaya untuk intensifikasi pertanian. Gagasan SRI pada mulanya dikembangkan di Madagaskar awal tahun 1980 oleh Fr. Henri de Laulanie, S. J., seorang Pastor Jesuit asal Prancis. Oleh penemunya, metodologi ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Le Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI  dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Sistem of Rice Intensification  (Anugrah, Wardana dan Sumedi, 2008).  
Penerapan SRI berdasarkan atas lima komponen penting yaitu, penanaman bibit muda yaitu 6-12 hari setelah semai, bibit ditanam satu batang per lubang, jarak tanaman yang lebar, kondisi tanah yang lembab dan rutin dilakukan penyiangan untuk menghilangkan gulma serta meningkatkan aerasi tanah (Sutaryat, 2008).
Penggunaan  bibit muda pada sistem SRI ini karena pada bibit muda akar lebih mampu menyokong tanaman yang akan tumbuh dibandingkan dengan bibit tua, hal ini menentukan dalam pertumbuhan tanaman selanjutnya (Suryanata, 2007).  Penanaman satu batang per lubang akan menurunkan kebutuhan benih serta kondisi tanah yang tidak tergenang dapat meningkatkan aerasi dan efisiensi penggunaan air (Departemen Pertanian, 2009).
Menurut VECO Indonesia (2007), proses pengelolaan air dan penyiangan dalam metode SRI dilakukan sebagai berikut.
  1. Ketika padi mencapai umur 1—8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahan adalah “macak-macak”.
  2. Sesudah padi mencapai umur 9—10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian 2-3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan untuk memudahkan  penyiangan tahap pertama.
  3. Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST.
  4. Pada umur 19—20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan penyiangan tahap kedua.
  5. Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1—2 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (± 15—20 hari sebelum panen).
Melalui percobaan di beberapa Negara yaitu Madagaskar, Cina, Indonesia, Bangladesh, Sri Lanka, Gambia, dan Kuba diketahui produktivitas padi SRI sebesar 5.4-15 ton/ha dan non SRI 3.12-5 ton/ha, terjadi peningkatan produktivitas padi antara 30-219% (Suryanata, 2007).
Di Indonesia sendiri, metode SRI mulai dikembangkan melalui pengujian dan evaluasi di Balai Penelitian Padi Sukamandi, Jawa Barat. Pengujian dilakukan pada dua musim tanam yaitu pada musim kemarau 1999 dengan hasil 6.2 ton/ha dan pada musim hujan 1999/2000 menghasilkan padi 8.2 ton/ha (Hasan dan Sato, 2007).  SRI juga sudah diuji coba dan diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia, pada wilayah Indonesia bagian timur SRI dapat meningkatkan produksi padi sebesar 78%, penurunan penggunaan benih sebesar 80%, penghematan penggunaan air sebesar 40% serta menurunkan biaya produksi sebesar 20% (Hasan dan Sato, 2007).
Seperti metode lainnya, SRI juga memiliki keunggulan dan tantangan. Keunggulan SRI antara lain (Uphoff dan Fernandes, 2003):
a.       Dapat meningkatkan produksi padi sampai 50% bahkan ada yang lebih.
b.      Pengurangan dalam pemakaian :
Ø  Benih 80-90%.
Ø  Kebutuhan air 25-50%.
c.       Semua varietas benih dapat digunakan.
d.      Biaya produksi turun 10-25%.
e.       Pendapatan petani meningkat.
Tantangan dalam penerapan metode SRI antara lain :
a.       Pengaturan air sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
b.      Kebutuhan akan tenaga kerja yang meningkat.
c.       Pelatihan dan pembelajaran untuk petani (motivasi dan keahlian).
Sistem tanam pada metode SRI pada prakteknya berbeda dengan sistem konvensional, perbedaan ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Metode SRI dengan sistim konvensional
No
Komponen
Konvensional
Metode SRI
1
Kebutuhan benih
30-40 kg/ha
5-7 kg kg/ha
2
Pengujian benih
Tidak dilakukan
Dilakukan pengujian
3
Umur dipersemaian
20-30 HSS
7-10 HSS
4
Pengolahan tanah
2-3 kali (struktur lumpur)
3 kali (struktur lumpur dan rata)
5
Jumlah tanaman per lobang
Rata-rata 5 batang
1 batang
6
Posisi akar waktu tanam
Tidak beraturan
Horizontal (L)
7
Pengairan
Terus digenangi
Disesuaikan dengan kebutuhan
8
Pemupukan
Pupuk kimia
Pupuk organik
9
Penyiangan
Diarahkan pada pemberantasan gulma
Diarahkan pada pengelolaan perakaran
10
Rendemen
50-60%
60-70%
(Sumber: Mutakin, 2008)
            Selain perbedaan di atas, menurut Agustamar (2011) metode SRI mempunyai perbedaan mendasar dalam penggunaannya dengan cara konvensional yaitu: (1) Persiapan bibit awalnya dilakukan perendaman selama 24 jam dan diperam selama 2 malam, disemaikan pada media tanah dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 1-1 dipersemaian, dan dibiarkan bekecambah sehingga menjadi bibit muda pada umur 12 hari sehingga siap untuk ditanam dilahan sawah,
(2) Pengairan selama periode pertumbuhan dan produksi dimana kondisi air tidak menggenang, sejak penanaman sampai 5 hari setelah tanam terlihat rekahan kecil maka dilanjutkan dengan pembasahan ulang pada sore hari hingga lembab dan dikeringkan pula hingga terbentuk rekahan kecil pada 3 hari berikutnya. Periode ini berlangsung hingga masuknya masa pembungaan, selama masa pembungaan hingga matang fisiologis tinggi air dipertahankan 3 cm. (3) Penggunaan bahan organik sampai batas normal kadar bahan organik tanah yaitu 3-5%. (4) Pengaturan jarak tanam yang lebar 30x30 cm dan penanamannya 1 bibit per lobang tanam.
2.3.Permasalahan

2.4.Kecamatan Harau
Kecamatan Harau terletak antara 0 derajat 36’08 “ Lintang Utara dan 100 derjat 39’03 “ Lintang Selatan.  Luas daratan mencapai 416.80 Km2 yang berarti 12,43 % dari daratan Kabupaten Limapuluh Kota yang luasnya 3.354,30 Km2 terdiri 11 Nagari dengan 43 jorong (Limapuluh Kota.com, 2012)
Topografi Kecamatan Harau bervariasi antara datar, bergelombang,dan berbukit-bukit, dengan ketinggian dari permukaan laut terendah (498 m dpl) terletak di jorong Subarang Kenagarian Taram  dan yang tertinggi adalah Bukit Kumayan yang terletak di Jorong Ulu Air Kenagarian Harau yaitu 1525 m dpl (Limapuluh Kota.com, 2012)
Daratan Kecamatan Harau dialiri oleh 6 sungai besar dan kecil yaitu sungai Sinamar, Harau, Sinipan, Salimpauang, Campo, dan Mungo, yang telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pengairan sawah, kolam, keramba (Limapuluh Kota.com, 2012)
Kecamatan Harau merupakan Kecamatan yang hasil produksi padinya tertinggi di Kabupaten Limapuluh Kota diikuti oleh Kecamatan Lareh Sago Halaban dan Guguak.  Untuk melihat produksi padi di Kabupaten Limapuluh Kota berdasarkan Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas panen, produksi, dan produktifitas padi di Kabupaten Limapuluh Kota
No
Kecamatan
Luas Panen (ha)
Produksi (ton)
Produktifitas (ton/ha)
1
Payakumbuh
3.928
19.515,68
4,90
2
Akabiliru
3.409
16.306,67
4,78
3
Luak
3.278
14.978,12
4,57
4
Lareh Sago Halaban
6.292
30.023,97
4,77
5
Situjuah Limo Nagari
4.368
20.703,82
4,74
6
Harau
7.292
34.201,79
4,69
7
Guguak
5.430
25.470,15
4,69
8
Mungka
1.996
8.764,88
4,39
9
Suliki
2.591
12.943,83
5,00
10
Bukit Barisan
4.242
19.233,88
4,53
11
Gunuang Omeh
1.945
8.709,69
4,48
12
Kapur IX
780
3.418,18
4,38
13
Pangkalan Koto Baru
1.036
4.288,71
4,14
(Sumber: BPS, 2011)


2.5.Penelitian Sebelumnya Terkait Metode SRI
Menurut hasil penelitian dari Indria Ukrita, Feri Musharyadi, dan Silfia tentang analisa perilaku petani dalam penerapan penanaman padi metode SRI yang telah dilakukan pada Kelompok Tani Sawah Bandang di Kanagarian Koto Tuo Kecamatan Harau menyimpulkan bahwa petani pada daerah ini sudah mengenal metoda SRI ini sejak tahun 2006 dan melaksanakannya pada tahun 2007.  Pelaksanaan pengenalan metoda SRI di daerah ini hanya satu kali tanam, setelah itu petani kembali ke sistem konvensional.
Alasan petani untuk kembali pada sistem konvensional dikarenakan alasan budaya dan psikis, petani merasa sudah kebiasaan dan merasa fasih dan tak mengalami kesulitan berbudidaya padi dengan sistem konvensional.
 

III.             METODE PELAKSANAAN
3.1.Lokasi Penelitian
Penelitian Keberlanjutan dan Masalah yang Dihadapi Masyarakat Petani dalam Menerapkan Metode SRI  ini dilakukan di Kecamatan Harau Kabupaten  Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Pemilihan lokasi ini dengan pertimbangan bahwa di Kecamatan Harau telah banyak dilakukan penyuluhan tentang metode SRI dan pertimbangan Kecamatan Harau dekat dengan peneliti mengingat waktu penelitian yang singkat.  Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2012 sampai dengan November 2012.
3.2.Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.  Pada penelitian ini data primer yaitu data yang bersumber langsung dari petani dilapangan dan dari kerja sama dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di Kecamatan Harau Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat.  Data primer meliputi hasil wawancara dengan petani dan PPL. 
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil penelusuran ke kantor Badan Pusat Statistik (BPS) di kecamatan Harau, data dari kantor BP4K, studi kepustakaan, jurnal, tulisan ilmiah, laporan penelitian dan internet yang berkaitan dengan masalah penelitian.  Data sekunder ini bisa berupa data jumlah petani yang pernah menggunakan metode SRI, profil dan kondisi kecamatan Harau.
3.3.Metode Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah petani yang sudah pernah berbudidaya tanaman padi dengan menerapkan metode SRI, daftar nama petani ini nantinya akan diambil dari data PPL.  Pemilihan sampel dilakukan secara acak sederhana (random sampling) dari daftar petani yang telah dipersiapkan sebelumnya.  Sampel petani yang diperlukan yaitu sebesar 35% dari total jumlah petani pada masing-masing daerah yang dijadikan sampel di Kecamatan Harau.
Selain kepada petani, pengambilan data yang berupa informasi penting mengenai penelitian ini juga akan  diambil dari PPL, pengambilan data dari PPL ini disebabkan karena PPL  banyak tahu masalah yang terjadi di lapangan dan lebih dekat dengan petani.
3.4.Metode Pengumpulan Data
Data primer akan diambil dengan metode wawancara langsung ke petani responden. Responden yang telah ditentukan sebelumnya akan diwawancarai mengenai topik penelitian dengan mengajukan pertanyaan dari daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya dalam bentuk kuisoner.  Selain dari petani responden, data primer juga akan diambil dari sampel PPL yang ada.
Untuk data sekunder, pengumpulan datanya dilakukan dengan cara studi kepustakaan (Library Research), jurnal, laporan penelitian dan internet.  Data sekunder yang diambil ini adalah data yang berkaitan dengan penelitian.
3.5.Model Analisis
Pada penelitian ini analisis data yang dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.  Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui masalah yang menjadi masalah bagi petani dalam menerapkan metode SRI di Kecamatan Harau Kabupaten Limapuluh Kota. Sedangkan Analisis kuantitatif digunakan analisis regresi untuk mengetahui variable (masalah) yang paling mempengaruhi petani yang dalam menerapkan metode SRI
3.6.Defenisi Operasional
Untuk menghindari ketidaksamaan pandangan dan pengertian dalam pelaksanaan penelitian ini maka terdapat beberapa hal yang diaggap penting untuk diberi batasan.  Batasan-batasan tersebut meliputi:
  1. Petani adalah petani yang sudah pernah atau sedang melaksanakan budidaya padi dengan menerapkan metode SRI, satuannya orang.
  2. Konvensional adalah suatu sistem pada budidaya sawah yang pada umumnya dilakukan oleh petani.
  3. Tenaga kerja adalah orang diperkerjakan dalam berbudidaya padi.
  4. Produksi adalah hasil padi yang didapatkan setelah panen dilaksanakan, satuannya kilogram.
  5. Sawah adalah lahan yang digunakan petani untuk berbudidaya tanaman padi, satuannya m2.
  6. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) adalah orang yang melakukan penyuluhan langsung kelapangan dibidang pertanian, satuannya orang.
3.7.Pengolahan Data
Data yang akan diolah terbagi menjadi dua, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif  yang berupa informasi masalah yang dihadapi petani dalam penerapan metode SRI akan di buat tabulasinya  dan akan dijelaskan sehingga bisa menjadi sebuah informasi. 
Data kualitatif  yaitu data yang menjadi variable dalam penelitian ini meliputi sulitnya cara tanam satu batang per lobang tanam, tingginya frekuensi dan jumlah tenaga kerja yang terpakai, pengaturan air yang tidak pasti, sikap dimana takut tidak berhasil dalam proses sehingga takut rugi.   
Data kuantitatif  ini diolah dengan beberapa tahap meliputi tahap pengeditan, pengolahan selanjutnya disusun dalam bentuk tabulasi untuk kemudian dilakukan analisis regresi linear berganda untuk mengetahu variable mana yang lebih berpengaruh terhadap petani.  Pengolahan data ini dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Exel dan SPSS 11.5 for Windows.
3.8.  Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini melalui beberapa tahap kegiatan seperti skema/alur penelitian berikut:

DAFTAR PUSTAKA
Anugrah, I. S., I. P. Wardana dan Sumedi. 2008. Gagasan dan Implementasi Sistem of Rice Intensification (SRI) dalam Kegiatan Budidaya Padi Ekologis (BPE). http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/ pdffiles/ A RT6-1c.pdf. [22/07/2012].
BPS, 2011. Kabupaten Limapuluh Kota dalam angka 2011. 388 hal.
Departemen Pertanian. 1998.  Kebijaksanaan peningkatan produksi padi nasional. Seminar Nasional Peningkatan Produksi Padi Nasional melalui Sistem Tabela Padi Sawah dan Pemanfaatan Lahan Kurang Produktif. Bandar Lampung, 9-10 Desember 1998. 17 p.
Departemen Pertanian. 2009. Pedoman Teknis Pengembangan Sistem of Rice Intensification (SRI). http: // pla. deptan. go. id / pdf / 03 PEDOMAN TEKNIS SRI 2009. pdf. [16/07/2012].
Dinas Pertanian dan Kehutanan  Kabupaten  Bantul, 2007.  Budidaya Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Hasan, M and S. Sato. 2007. Water Saving for Paddy Cultivation Under the Sistem of Rice Intensification (SRI) in Eastern Indonesia. J. Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No. 2 : hal. 57-62.
Mugnisjah dan A. Setiawan. 2001. Syarat tumbuh tanaman padi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pemkab Limapuluh Kota, 2012. Kecamatan Harau. http://www. limapuluhkota.go .id /index.php?mod=content&act=static&id=7&menu_id=23. Upload 2 Oktober 2012 19:30.
Suparyono dan  A. Setyono. 1993.  Padi. Penebar Swadaya. Jakarta. 118 Hal.
Suiatna, R.U. 2010.  Bertani padi organik pola tanam SRI Penerbit Padi. Bandung.
Sutaryat, A. 2008. Sistem Pengelolaan Pertanian Ramah Lingkungan dengan Metode Sistem of Rice Intensification (SRI). http: // www. diperta. Jabarprov. go.id/data/arsip/TANTANGAN % 20 DAN %20PELUANG% 20SRI pdf. [16/07/2012].
Suryanata, Z. D. 2007. Pengembangan Sistem of Rice Intensification, Sistem Budidaya Padi Hemat Air Irigasi dengan Hasil Tinggi. Prosiding Kongres IX Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI). Bandung, 15-17 November 2007.
Uphoff, N and E. Fernandes. 2003. Sistem Intensifikasi Padi Tersebar Pesat. Terjemahan : Salam. http://www.leisa.info/index.php?url=getblob.php&o id=67237&a_id=211&a_seq=0. [15/06/2012].
VECO Indonesia. 2007. Menembus batas kebuntuan produksi padi.


Tidak ada komentar: