Dalam era globalisasi, aspek pelestarian lingkungan hidup dan
perlindungan konsumen, terutama terhadap kemungkinan kontaminasi/pencemaran
sejumlah bahan kimia, telah menjadi isu sentral di berbagai negara, baik di
negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Hanya komoditas yang telah
teruji aman bagi konsumen dan tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan
yang mampu bersaing di pasaran internasional.
OPT merupakan salah satu faktor pembatas dalam usaha
peningkatan produksi pertanian. OPT dapat menyerang tanaman sejak mulai
pembibitan, pertanaman bahkan sampai pada penyimpanan. Salah satu upaya untuk
menghindarkan kerusakan tanaman yang menyebabkan kerugian secara ekonomi digunakan
pestisida. Penggunaan pestisida berkembang pesat sejak dekade enam puluhan dan
merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam pertanian.
Penggunaan pestisida ditujukan untuk
menekan populasi OPT secara cepat dibandingkan metode pengendalian lainnya.
Karena keunggulan pestisida tersebut, kenyataan di lapangan petani menggunakan
pestisida secara berjadwal (sistem kalender). Akibat dari penggunaan pestisida
secara terus-menerus dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, baik
lingkungan perairan, tanah, udara maupun makhluk hidup yang bukan sasaran.
Pestisida
masih diperlukan dalam kegiatan pertanian. Penggunaan pestisida yang tidak
bijaksana dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dapat menimbulkan dampak
negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Berikut ini diuraikan beberapa
dampak negatif yang mungkin timbul akibat penggunaan pestisida dalam bidang
pertanian, yang tidak sesuai dengan aturan.
1.
Pencemaran air dan tanah
Di
lingkungan perairan, pencemaran air oleh pestisida terutama terjadi melalui
aliran air dari tempat kegiatan manusia yang menggunakan pestisida dalam usaha
mena ikkan produksi pertanian dan peternakan. Jenis-jenis pestisida yang
persisten (DDT, Aldrin, Dieldrin) tidak mengalami degradasi dalam tanah, tapi
malah akan berakumulasi. Dalam air, pestisida dapat mengakibatkan biology
magnification, pada pestisida yang persisten dapat mencapai komponen terakhir,
yaitu manusia melalui rantai makanan. Pestisida dengan formulasi granula,
mengalami proses dalam tanah dan air sehingga ada kemungkinan untuk dapat
mencemari tanah dan air.
2.
Pencemaran udara
Pestisida
yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar
matahari. Pestisida dapat mengalami fotodekomposisi di udara. Pestisida
mengalami perkolasi atau ikut terbang menurut aliran angin. Makin halus butiran
larutan makin besar kemungkinan ikut perkolasi dan makin jauh ikut diterbangkan
arus angin.
3.
Timbulnya spesies hama yang resisten
Spesies
hama yang akan diberantas dapat menjadi toleran terhadap pestisida, sehingga
populasinya menjadi tidak terkendali. Ini berarti bahwa jumlah individu yang
mati sedikit sekali atau tidak ada yang mati, meskipun telah disemprot dengan
pestisida dosis normal atau dosis lebih tinggi sekalipun. Populasi dari spesies
hama dapat pulih kembali dengan cepat dari pengaruh racun pestisida serta bias
menimbulkan tingkat resistensi pestisida tertentu pada populasi baru yang lebih
tinggi, hal ini biasanya disebabkan oleh pestisida golongan organoklorin.
4.
Timbulnya spesies hama baru atau ledakan hama sekunder
Penggunaan
pestisida yang ditujukan untuk memberantas jenis hama tertentu, bahkan dapat
menyebabkan munculnya jenis hama yang lain. Ledakan hama sekunder tersebut
dapat terjadi beberapa saat setelah penggunaan pestisida, atau pada akhir musim
tanam atau malah pada musim tanam berikutnya. Ledakan hama sekunder dapat lebih
merusak daripada hama sasaran sebelumnya.
5.
Resurgensi
Bila
suatu jenis hama setelah memperoleh perlakuan pestisida berkembang menjadi
lebih banyak dibanding dengan yang tanpa perlakuan pestisida, maka fenomena itu
disebut resurgensi. Faktor penyebab terjadinya resurgesi antara lain adalah (a)
butir semprotan pestisida tidak sampai pada tempat hama berkumpul dan makan;
(b) kurangnya pengaruh residu pestisida untuk membunuh nimfa hama yang menetas
sehingga resisten terhadap pestisida; (c) predator alam mati terbunuh
pestisida; (d) pengaruh fisiologis insektisida kepada kesuburan hama. Hama
bertelur lebih banyak dengan angka kematian hama yang menurun; (e) pengaruh
fisiologis pestisida kepada tanaman sedemikian rupa sehingga hama dapat hidup
lebih subur (Djojosumarto, 2000)..
6.
Merusak keseimbangan ekosistem
Penggunaan
pestisida seperti insektisida, fungisida dan herbisida untuk membasmi hama
tanaman, hewan, dan gulma (tanaman benalu) yang bisa mengganggu produksi
tanaman sering menimbulkan komplikasi lingkungan (Supardi, 1994). Penekanan
populasi insekta hama tanaman dengan menggunakan insektisida, juga akan
mempengaruhi predator dan parasitnya, termasuk serangga lainnya yang memangsa
spesies hama dapat ikut terbunuh. Misalnya, burung dan vertebrata lain pemakan
spesies yang terkena insektisida akan terancam kehidupannya. Sehingga dengan
demikian bersamaan dengan menurunnya jumlah individu spesies hama, menurun pula
parasitnya. Sebagai contoh misalnya kasus di Inggris,, dilaporkan bahwa di
daerah pertanian dijumpai residu organochlorin yang tidak berpengaruh pada
rodentia tanah . Tapi sebaliknya, pada burung pemangsa Falcotinnunculus dan
Tyto alba, yang semata-mata makanannya tergantung pada rodentia tanah tersebut
mengandung residu tinggi, bahkan pada tingkat yang sangat fatal. Sebagai
akibatnya, banyak burung-burung pemangsa yang mati. Begitu juga pada binatang
jenis kelelawar. Golongan ini ternyata tidak terlepas dari pengaruh pestisida.
Dari 31 ekor kelelawar yang diteliti, semuanya mengandung residu senyawa
Organochhlorin dengan DDE.