Laman

Minggu, 07 Februari 2016

Penyakit Layu Stewart (Stewart Wilt) Pada Tanaman Jagung

Penyakit layu stewart pada tanaman jagung disebabkan oleh bakteri Pantoea stewartii subsp.stewartii (Pss) merupakan penyakit penting dan baru di Indonesia. Penyakit ini tergolong berbahaya, di Amerika Serikat dilaporkan dapat menyebabkan kehilangan hasil berkisar antara 15-95%. Penyakit layu stewart merupakan penyakit tular benih yang penting pada jagung, karena benih merupakan alat transportasi yang paling cocok untuk menyebar melintasi batasan alaminya (Neergaard, 1977). Saat ini penyakit layu stewart tersebar di banyak negara seperti Eropa (Austria), Amerika (Bolivia, Brazil, Canada, Costa Rica, Guyana, Mexico, Peru, Puerto Rica, dan USA), Asia (Cina, India, Malaysia, Thailand, Vietnam), (Shurtleff,1980). Resiko dari penularan patogen melalui benih sangatlah penting, terutama dalam pengiriman benih internasional. Lebih dari 50 negara telah melarang impor benih jagung dari Amerika Serikat.

Berdasarkan peraturan Menteri Pertanian nomor 51/Permentan/KR.010/9/2015, Bakteri ini termasuk ke dalam Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) Kategori A1 dan Golongan 1. Penyakit ini sudah ditemukan di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Lombok. Khairul dan Rahma (2007) telah mendeteksi keberadaan bakteri ini di pertanaman jagung di Sumatera Barat dengan insidensi penyakit berkisar 4-10%. Dengan semakin meningkatnya lalu lintas perdagangan benih dewasa ini dan belum memadainya perangkat pengujian kesehatan benih di Indonesia, dikhawatirkan penyakit ini telah masuk dan tersebar. Penyakit layu stewart tergolong sulit dikendalikan, karena menyerang tanaman pada berbagai fase pertumbuhan, bersifat tular benih dan tular serangga. Sampai saat ini usaha pengendalian penyakit ini masih menggunakan insektisida sintetis yang mengandung imidachlopriod untuk seed treatment (Stack, et al, 2006), namun dikhawatirkan penggunaan bahan ini akan mempercepat pencemaran lingkungan. Sesuai dengan program pertanian berkelanjutan yang diterapkan di Indonesia maka teknik pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) harus mengacu pada Pengendalian Hama dan Penyakit secara Terpadu (PHT). Salah satu komponen utama dari program PHT adalah pengendalian hayati dengan memanfaatkan agensia pengendalian hayati indigenous. Keuntungan penggunaan agensia hayati antara lain: dapat diperbaharui, memanfaatkan sumber daya lokal, dapat diperbanyak dengan teknologi yang sederhana dan mudah cara aplikasinya.


1. Gejala Penyakit
Gejala penyakit stewart yang ditemukan di lapangan cukup beragam, mulai dari tanaman layu, kerdil dengan adanya garis hijau pucat kekuningan yang memanjang pada permukaan daun dan gejala hawar berupa bercak memanjang di sepanjang pertulangan daun dan pinggirnya mengalami nekrosis. Beragamnya gejala serangan yang muncul di lapangan merupakan ciri khas dari kasus Pantoea stewartii. (Yang, 2000; Thomas, 2002; Luebker L, 2003; Stack et al, 2006) mengemukakan bahwa secara umum penyakit layu stewart terdiri atas dua fase: pertama terjadi pada tanaman muda dan yang kedua terjadi pada tanaman dewasa terutama setelah munculnya malai. Pada tanaman muda luka water soaking yang panjang terdapat di sepanjang daun (Luebker, 2003; Stack et al, 2006). Daun memperlihatkan garis hijau pucat sampai kuning (Gambar 1). Fase kedua dari penyakit stewart terjadi setelah munculnya malai. Infeksi hanya bersifat lokal (Yang, 2000). Umumnya gejala berupa bercak pada daun, bercak berupa goresan hijau sampai kuning dengan pinggiran yang tak beraturan dan bergelombang di sepanjang tulang daun dan juga di seluruh permukaan daun. Pada beberapa kasus, permukaan daun akan kering dan mati dengan gejala seperti kekurangan nutrisi (Gambar 2). Bakteri Pantoea stewartii subsp. Stewartii selain dapat terbawa oleh benih, juga dapat bertahan di dalam tanah dan batang jagung. Bakteri ini dapat ditularkan dari satu tanaman ke tanaman lain dengan perantaraan vektor Chaetocnema pulicaria. Bakteri yang sudah ada dalam tubuh vektor Chaetocnema pulicaria akan dapat bertahan di sepanjang hidupnya. Selain itu Diabrotica undecempunctata howardi (serangga dewasa dan larva), Chaetocnema denticulata, larva Delia platura, Agriotes mancus, Phyllophaga sp. dan larva Diabrotica longicornis dapat menjadi vektor bakteri Pantoea stewartii subsp. Stewartii. Kandungan unsur hara N dan P yang tinggi dapat meningkatkan intensitas serangan dari penyakit ini, sedangkan kandungan Ca dan K yang tinggi cenderung dapat menekan terjadinya serangan Pantoea stewartii. Suhu udara yang tinggi juga dapat memperparah serangan penyakit layu stewart. Isolat Pantoea stewartii subsp. Stewartii berwarna kuning, tidak motil (non motile), tidak mengasilkan spora (non sporing), gram negatif dan berukuran 0.4-0.7 x 0.9-2.0 µm.
3. Pengendalian
Pengendalian penyakit layu stewart dapat dilakukan dengan cara penggunaan varietas yang tahan, benih yang bebas penyakit (diseases-free seed), penggunaan agensia hayati sebagai bioseed treatment diantaranya adalah Bacillus polymixa (Aspiras dan Crus, 1985), Pseudomonas fluorescens (Machmud, 1985), strain avirulen dari Ralstonia solanacearum (Chen and Echandi, 1984 ; Khairul et al, 2001), dan Bacillus subtilis (Khairul, 2005). Bacillus spp. telah banyak dilaporkan mampu mengimunisasi berbagai jenis tanaman terhadap berbagai jenis patogen ataupun serangga (Bargabus et al, 2004). Guo et al. (1987) menyatakan bahwa dengan melakukan penyimpanan benih pada suhu 8-15 ºC selama 200-250 hari dan diikuti dengan penyimpanan pada suhu 20-25 ºC selama 110-120 hari dapat mengeliminasi bakteri Pantoea stewartii subsp. stewartii .
Sumber: BBPOPT